Hormati Putusan MK, DPR Akan Kaji Kembali UU Cipta Kerja
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Foto: Dok/nvl
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa DPR akan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perbaikan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sebelumnya dikabarkan MK memutuskan agar DPR RI dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan dan tidak diperbolehkan membuat aturan turunan dari UU Cipta Kerja.
“Kami baru mendengar putusan dari MK juga yang baru diputuskan pada hari ini. Tentunya kami menghormati keputusan MK yang bersifat final dan mengikat," kata Dasco kepada awak media, Jakarta, Kamis (25/11/2021). Ia mengatakan DPR RI akan mempelajari terlebih dulu putusan MK atas UU Cipta Kerja tersebut.
Setelah itu, kata politisi Partai Gerindra tersebut, DPR akan mengambil langkah sesuai mekanisme yang ada. "Namun putusan tersebut kami masih akan pelajari terlebih dahulu, sebelum kemudian DPR mengambil langkah-langkah sesuai mekanisme yang ada, untuk menaati putusan tersebut," ucap legislator dapil Banten III itu.
Oleh karena demikian, Dasco berharap DPR RI diberikan waktu yang cukup untuk membuat kajian serta mempelajari isi putusan tersebut dengan utuh. "Sehingga kami juga dapat mengambil langkah-langkah yang tepat,” tandas Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan tersebut.
Sementara Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan, keputusan MK tersebut adalah final dan mengikat. Karena itu menurutnya, pemerintah dan DPR harus segera menginisiasi perbaikan UU tersebut.
“Pemerintah dan DPR harus mengambil keputusan. Pilihan terbaik adalah segera melakukan perbaikan. Waktu yang tersedia sangat sempit mengingat ruang lingkup dan jumlah pasal sangat banyak," urainya dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, Jumat (26/11/2021).
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu melihat putusan MK dari sisi positif. "Dengan putusan ini, terlihat jelas independensi MK. Meskipun tidak dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, namun dengan putusan seperti ini fungsi MK sebagai pengawal konstitusi sangat terasa," sebut Daulay.
Lebih lanjut legislator dapil Sumatera Utara II itu menilai, putusan ini akan menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan DPR. Terutama karena pengalaman membuat omnibus law masih sangat baru di Indonesia, sehingga wajar jika MK memberikan koreksi dan perbaikan.
"Ke depan, jika ada agenda pembahasan RUU Omnibuslaw atau RUU lainnya, semua catatan yang mengiringi putusan MK ini harus diperhatikan. Misalnya, keterlibatan dan partisipasi publik, harus merujuk pada UU Nomor 12 Tahun 2011, berhati-hati dalam penyusunan kata dan pengetikan, serta catatan-catatan lain," ungkap Saleh.
Pada akhirnya ia berharap putusan MK ini tidak menyebabkan adanya saling tuding dan saling menyalahkan. "Yang perlu adalah bagaimana agar pemerintah dan DPR membangun sinergi yang baik untuk memperbaiki. Tentu dengan keterlibatan dan partisipasi publik secara luas dan terbuka," pungkas Saleh. (ah/sf)